Kamis, 06 Oktober 2011

Usaha Kreatif Irma Suryati (Keset Mengubah Martabat Penyandang Cacat)







Sejak bayi Irma Suryati sudah menderita layu kaki. Penyebabnya adalah virus Polio. Meski masih bisa berjalan sampai SMA, kaki Irma mudah lemas. Sejak saat itu, sang ayah menyuruh Irma, 33 tahun, menggunakan tongkat untuk berjalan. Hingga kini, ketika kondang sebagai pembuat keset dengan 1.600 karyawan, ibu empat anak ini masih menggunakan tongkat untuk menopang kaki kanannya yang tidak normal.
Kondisi kaki itulah yang mendorong Irma melakukan sesuatu yang berarti bagi dirinya dan orang lain. Setelah lulus SMA di Semarang, Irma mencoba membuat keset dari kain perca, benda sederhana untuk membersihkan telapak kaki.
“Aku mencoba membuat keset dari kain sisa industri garmen,” ujar Irma. Kebetulan, di dekat rumahnya di Semarang terdapat banyak sisa kain industri garmen. Kain sisa itu ia jahit menjadi aneka bentuk keset.
Awalnya, keset itu dibuat hanya untuk kebutuhan sendiri. Lambat laun, karyanya mulai dilirik tetangga. Pasar kecil pun mulai terbentuk. Keputusan menjadi perajin keset makin bulat ketika ia menikah dengan Agus Priyanto, penyandang cacat yang jago melukis. Mereka sepakat membuka usaha kecil pembuatan keset pada 1999. Kala itu, Irma dan Agus dibantu lima karyawan.
Ketika usaha mereka mulai berkembang, Irma merasa tak leluasa lagi menjalankan usaha di rumah orang tuanya. Pada 2002, pasangan muda ini memutuskan pindah ke Kebumen, kampung halaman Agus. Mereka membeli rumah di Jalan Karang Bolong kilometer 7, Desa Karangsari, Kecamatan Buayan, Kebumen. Dari rumah itulah Irma mengendalikan usahanya.
Irma tak mau membuat usaha ecek-ecek. Ia membentuk usaha berbadan hukum yang diberi nama Usaha Dagang Mutiara Equipment. Perempuan itu juga membentuk Pusat Usaha Kecil Menengah Penyandang Cacat. “Awalnya susah sekali mengorganisasi orang,” kata Irma.
Tapi Irma adalah sosok yang tidak mau mengalah pada keadaan. Ia mendatangi penduduk dari rumah ke rumah untuk mendorong ibu rumah tangga menjadi produktif dengan mengajari mereka membuat keset. “Perempuan sekarang harus berdaya secara ekonomi,” kata dia.
Tapi Irma juga pernah menanggung sinisme dan cibiran oleh orang-orang yang melihat usaha itu dengan sebelah mata, apalagi ketika mereka melihat kaki Irma yang cacat.
Toh Irma tak patah semangat. Hasilnya pun mulai tampak. Ia berhasil mengajak beberapa ibu rumah tangga belajar membuat keset. Ketika sudah terampil, mereka mendapat pasokan bahan baku dan mesin jahit dari Irma.
Saat masyarakat mulai menyadari tentang manfaat keterampilan yang diberikan Irma, minat menjadi pembuat keset pun tak terbendung. Irma membuat koperasi simpan pinjam pada 2003 untuk menampung kegiatan ekonomi 1.600 pembuat keset hasil binaannya. Anggota koperasi keset ini tersebar di 11 kecamatan di Kebumen. Irma juga menggunakan jaringan pembinaan kesejahteraan keluarga (PKK). Akhirnya, usaha keset ini merambah ke Banyumas dan Solo.
Bahkan mulai tahun ini Irma menggandeng kelompok waria dan pekerja seks komersial di Purwokerto. Hasilnya, 20 waria dan pekerja seks komersial bisa membuka gerai di perumahan Limas Agung, Purwokerto.
Tiap bulan, perajin mendapat kiriman kain sisa sebagai bahan baku. Irma mendatangkan 10 ton kain sisa dari Semarang setiap bulan. Omzet bulanannya bisa mencapai Rp 40-50 juta.
Untuk strategi pemasaran, Irma mengandalkan 15 penjual. Selain itu, ia juga menitipkan barang produksinya di beberapa gerai yang tersebar di banyak kota. Salah satunya adalah di showroom milik Kementerian Pemuda dan Olahraga di Jakarta. Kebetulan, Irma sering bertemu dengan Pak Menteri, Adyaksa Dault.
Selain memasarkan produk di dalam negeri, Irma juga memasarkannya ke luar negeri, yakni Jerman, Jepang, dan Turki. “Selama ini masih memakai jasa orang lain. Ke depan nanti, saya ingin mengekspornya sendiri agar lebih untung,” tutur Irma.

Irma mengadakan pertemuan tiap tiga bulan sekali untuk menjaga kualitas produknya. Forum itu diikuti koordinator tiap kecamatan. Selain membicarakan kualitas produk, ia juga memperkenalkan inovasi baru kerajinan tangan.
Saat ini, Irma memproduksi 42 macam keset. Ada yang berbentuk elips, binatang, atau bunga. Di pasaran, keset-keset itu dijual Rp 15 ribu untuk konsumen dalam negeri, dan Rp 35 ribu untuk konsumen luar negeri.
Sukses membuat keset tak lantas membuat Irma hobi ongkang-ongkang kaki. Ia dan kawan-kawannya terus mengembangkan kerajinan lain, misalnya membuat kotak tisu dari lidi. “Ada orang Turki yang memesannya,” ujar Irma.
Kini Irma membuat desain sajadah dari tikar pandan. Kebetulan, di Kebumen banyak perajin pandan yang belum mampu membuat kerajinan dengan bahan baku anyaman pandan. “Padahal kalau dibentuk menjadi kerajinan, nilai jualnya akan meningkat,” ujar Irma.
Ironisnya, pengikut Irma justru kebanyakan datang dari luar desanya. Bahkan banyak penduduk tidak mengenal sosok Irma, meskipun mereka tinggal di desa yang sama. “Oh, orang yang cacat itu ya?” kata salah satu tetangga Irma ketika ditanya Tempo.
Sebagai penyandang cacat, Irma bukanlah orang yang cengeng. “Cacat bukan halangan untuk berkarya,” kata dia. Irma mengaku sering sedih melihat para penyandang cacat yang masih terdiskriminasi, terutama yang ingin menjadi pegawai negeri sipil. Karena itulah Irma memutuskan membuka lapangan kerja sendiri. “Rencananya saya akan membangun pabrik di belakang rumah, khusus untuk orang cacat,” ujar Irma.
Pada 27 Agustus ini, Irma akan terbang ke Australia untuk mengikuti pameran dan menggelar presentasi produknya di sana. Di Negeri Kanguru itu, ia berharap menyabet penghargaan kelas dunia.ARIS ANDRIANTO
Nama: Irma Suryati
Tempat tanggal lahir: Semarang, 1 Januari 1975
Suami: Agus Priyanto
Anak:
Ziha Kusuma, 11 tahun
Hafiz Al-Mukni, 8 tahun
Eksamutiara Nabila, 3 tahun
Nauli Wyadyaksa, 3 bulan
Pekerjaan: Perajin pembuat Keset
Pendidikan:
SMAN 1 Semarang
Penghargaan: 
Wirausahawati Muda Teladan pada tahun 2007 dari Kementerian Pemuda dan Olahraga.
Perempuan Berprestasi 2008 dari Bupati Kebumen.
Penghargaan dari Jaiki Jepang, khusus untuk orang cacat.
(Total penghargaan yang diraihnya mencapai 100 penghargaan).
Sumber:KoranTempo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar